numpang iklan dsini

Jumat, 21 Januari 2011

budidaya tuna


Budidaya Tuna: Suatu Keniscayaan


Tuna bagi hampir semua masyarakat Jepang dan bahkan dunia bukan lagi hal yang baru. Ikan ini sangat terkenal dan menjadi idola bagi si pemburu dollar. Tuna juga sangat digemari karena kelezatan rasa dan aromanya. Ikan tuna termasuk dalam family scrombidae, jenis ikan berbentuk torpedo, perenang cepat dan bisa mencapai berat 500 kg.

Ikan ini juga mempunyai wilayah migrasi yang cukup luas yakni tersebar hampir di 100 negara. Salah satunya adalah Southern Bluefin Tuna yang memijah pada musim panas bulan September sampai Maret di perairan barat selatan Jawa dan kemudian bergerak dan ditemukan di daerah selatan antara 30 – 50o Lintang Selatan. Anak-anak ikan ini kemudian bergerak dan menyebar ke laut Selatan, laut Atlantik Selatan dan kembali ke laut Hindia untuk memijah.

Gambar 1. Tuna (a) Southern bluefin tuna (Thunnus maccoyii), jenis tuna yang paling dicari; (b) “Toro” sashimi, bagian daging tuna yang paling enak dan mahal.
Namun suatu laporan yang mencengangkan ditulis oleh Worm dkk dalam majalah Science (2006) menyebutkan bahwa persediaan ikan dunia (perikanan tangkap) akan musnah pada tahun 2048 bila perburuan ikan, utamanya ikan tuna, masih terus menggila seperti saat ini dan tidak adanya upaya pembatasan dalam pengelolaan perikanan tangkap. Hal ini dibuktikan pula dengan produksi tangkapan ikan tuna dunia yang terus menurun dari tahun ke tahun.
Jepang sebagai negara pemakan ikan terbesar di dunia mengalamai fluktuasi dalam produk tuna Jepang dari hasil penangkapan dalam kurun waktu 40 tahun (tahun 1950 2000). Produk hasil tangkapan bluefin tuna Jepang (telah) mencapai puncaknya pada tahun 60-an yang hampir mendekati 80.000 ton dan kemudian menurun sampai tahun 1990 yang hanya mencapai 10.000 ton dan tidak pernah bangkit lagi hingga tahun 2000.
Gambar. 2.   Produksi hasil tangkapan ikan bluefin tuna dalam kurun waktu
                     40 tahun : (a). Jepang (b). Australia.      
Demikian pula halnya dengan Australia yang hanya mencapai puncak produksi tuna sekitar 20.000 ton di tahun 1982 dan kemudian menurun drastis menjadi 6000 ton di tahun 1990 sampai tahun 2000. Laporan Japan Fisheries Agency 2005 menegaskan bahwa umumnya jumlah populasi ikan tuna semisal tuna sirip biru (bluefin tuna), West atlantic bluefin, tuna albacore, tuna pasifik, dan tuna mata besar mengalami penurunan stok akibat penangkapan berlebih. Hal ini dapat pula dibuktikan dengan nilai volume impor ikan tuna ke Jepang sebesar 269.63 juta yen di tahun 2002 menjadi 248.92 juta yen atau menurun 3.7% di tahun 2005.
Kenyataan ini membuat khawatir akan musnahnya ikan tuna dunia dan pada akhirnya dibuatlah berbagai kebijakan untuk menyelamatkan keberlangsungan sumberdaya tuna yang meliputi pengumpulan data-data statistik sumber daya tuna setiap negara untuk memonitor sistem perdagangannya, pelarangan ekspor tuna ilegal dan pelarangan perdagangan alat tangkap yang tidak direkomendasikan untuk dipakai seperti pukat harimau. Selain itu pengaturan penangkapan tuna perlu dilakukan di setiap negara semisal pembatasan ukuran mata jaring, lisensi, dan pembatasan kuota penangkapan. 
Jepang sebagai negara importir and konsumen tuna terbesar di dunia telah memulai usaha untuk ini dengan membentuk lembaga hukum guna memproteksi dan mengelola tuna pada tahun 1996. Kemudian pada tahun 1998, Food and Agriculture Organizaton of the United Nations(FAO) membentuk  lembaga internasional yang bernama International Plan of Action for management of Fishing Capacity. Ini dimaksudkan agar sumber daya ikan tuna dunia tidak punah dan untuk menepis kehawatiran tersebut.
Selain itu budidaya ikan sebagai usaha yang salah satunya bertujuan memelihara sumberdaya hayati laut termasuk ikan tuna menjadi suatu keniscayaan untuk mengatasi masalah ini. Beberapa negara di antaranya Australia dan Mexico telah memulai usaha budidaya ikan tuna dan bahkan lebih jauh Jepang berhasil mengembangkan riset ikan tuna mulai dari tahap pemijahan hingga pemeliharaan tuna ukuran konsumsi.
Dua tipe Budidaya Tuna
Secara umum ada dua tipe budidaya  yang dikembangkan dalam budidaya tuna adalah :
1. Penggemukan anak tuna.
Metode ini umumnya dilakukan oleh Australia, tepatnya di Port Lincoln yang dimulai sekitar tahun 1991 dengan cara menangkap anak-anak tuna berukuran panjang 120 cm dengan berat sekitar 30-50 kg. Anak-anak tuna ini ditangkap di perairan selatan Australia dan kemudian dibesarkan (digemukkan) dalam jaring apung laut (ponton laut) selama 3-5 bulan sampai mencapai ukuran konsumsi untuk dipasarkan sebagian besar ke Jepang.
Sebelum adanya kegiatan budidaya tuna di tahun 1996, nilai ekspor tuna Australia hanya sebesar 6 juta US $, namun semenjak digalakkaannya usaha budidaya, Australia berhasil mendongkrak nilai ekspor tunanya sebesar 202 juta US $ di tahun 1999/2000 dan meningkat lagi di tahun 2002/2003 menjadi 320 juta US $.
Anak-anak tuna ditangkap dengan mengunakan purse seine dan setelah terjaring ikannya tetap berada di air laut (dalam jarring) dan ditarik dengan kapal berkecepatan kecepatan 1 2 knot. Setelah tiba di lokasi budidaya langsung dipindah ke dalam pontoon (karamba jarring apung).
Gambar 3. Jaring apung ( Ponton) pemeliharaan tuna
Bentuk pontoon (karamba jaring apung tuna) sebaiknya adalah lingkaran berdiameter 30 40 meter terbuat dan dari plastik polietilene hitam. Ring-ringnya terapung dipermukaan air dan ditopang dengan tiang penyangga. Tiap 2 jaring dihubungkan dengan pelampung. Adapun jaring bagian dalam yang berisi tuna, mempunyai ukuran mata jaring  60 mm 90 mm dan kedalaman jaring 12 20 meter. Dasar jaring diletakkan berada paling sedikit 5 meter dari permukaan dasar laut. Sementara jaring bagian luar dipakai untuk mencegahnya dari pemangsaan ikan hiu atau untuk mencegah adanya tuna yang terlepas. Ukuran mata jaring luar ini sebesar 150 mm 200 mm. Namun studi terbaru menyimpulkan bahwa jaring luar tidak diperlukan untuk menghemat ongkos produksi.
Harga satu jaring sebesar 80.000 200.000 US$. Satu unit jaring apung standar mampu menampung 2000 ekor anak tuna dan itu tergantung berapa diameter jaring dan daya tampung maksimum yang diizinkan, idealnya 4 kg per meter kubik air. Jaring apung dengan diameter 40 m menyediakan volume sebesar 80% lebih besar dari jaring dengan diameter 30 m, dan seterusnya bila jaring apung tersebut berdiameter 50 m maka akan mempunyai 60% volume lebih besar lagi dalam jumlah ikan yang bisa dipelihara.
                            Gambar 4.  Suasana dalam jaring apung ikan tuna.
Ikan tuna yang tertangkap diberi pakan 2 kali sehari dengan menu ikan sarden atau ikan mackerel. Namun saat ini sudah dikembangkan dengan pembuatan dan pemberian makanan buatan (pellet) yang lebih tinggi tingkat efisiensi konsumsi pakannya dan dapat menghemat biaya.
Gambar 5.  Jenis ikan sarden dan mackerel menjadi santapan tuna 2 kali sehari
Namun perlu dicatat bahwa industri budidaya tuna bukanlah perkara yang mudah karena harus didukung dengan tenaga-tenaga ahli yang berpengalaman dan mempunyai latar belakang dalam perikanan tuna. Kemudian setiap industri harus mengikuti quota aturan lembaga perlindungan tuna FAO yang harus melaporkan jumlah ikan tuna yang dijual ke pasar internasional.
Selain itu biaya pembuatan pontoon (jaring apung), penyediaan kapal penangkap benih ikan tuna, tersedianya tenaga ahli penangkapan ikan tuna dan pengetahuan yang mendalam tentang bagaimana mengoperasikan suatu kegiatan budidaya tuna di laut lepas.
2. Penanganan induk hingga pemeliharaan benih Teknik ini adalah umum dilakukan untuk suatu kegiatan budidaya yakni mulai dari penanganan induk hingga pemeliharaan benih sampai ukuran konsumsi. Jepang patut menjadi contoh dalam usaha teknologi pembenihan tuna.
Melalui riset yang dikembangkan sejak tahun 1970, Universitas Kinki berhasil memijahkan induk yang berumur 5 tahun (dipelihara dari tahun 1970 s.d. akhir 1974) di dalam jaring apung. Namun teknologi budidaya tuna secara lengkap mulai dari penanganan induk, pemijahan, pakan awal larva, teknik pemeliharaan larva dan pemeliharaan benih baru berhasil dicapai pada tahun 1995 meskipun larva yang ada hanya bertahan hidup selama 47 hari.
Usaha pemeliharaan tuna di Jepang yang juga menjadi lembaga riset tuna telah dilakukan di lokasi-lokasi selatan Jepang (Gambar 1).                                                                                                   



Gambar 1. Lokasi-lokasi riset budidaya tuna di Jepang

Kondisi perairan dan jaring apung
Kondisi perairan yang cocok untuk budidaya tuna diantaranya adalah suhu perairan berkisar 15 - 28oC, perairan budidaya tidak tercemari oleh buangan lumpur sungai, aliran arus laut yang cukup, tingkat penetrasi cahaya yang cukup besar dan tingkat oksigen terlarut yang tinggi. Bentuk jaring apung harus dirubah dari kubus dan segiempat ke bentuk lingkaran untuk menyesuaikan dengan tipe berenang tuna. Satu set jaring apung berukuran  panjang 120 m, lebar 50 meter dan kedalaman 30 m untuk jaring apung induk yang dipelihara di laut.
Pemeliharaan calon induk
Calon induk dipelihara sejak masih benih yang berasal dari hasil tangkapan trap net atautrolling net. Benih-benih ini digunakan untuk penelitian dan dipelihara sampai matang gonad. Pemilihan calon induk yang berasal dari benih dan bukan dari induk laut disebabkan induk-induk yang berasal dari hasil tangkapan umumnya mati dalam perjalanan atau minimal terluka saat ditangkap.
Calon-calon induk ini diberi pakan ikan segar dan ikan es seperti teri, mackerel, horse mackerel dan cumi-cumi tergantung pertumbuhannya. Mackerel umumnya digunakan karena ukurannya yang cocok untuk mulut tuna. Berbagai vitamin dan enzim ditambahkan ke pakan tersebut untuk mendukung pertumbuhannya. Tingkat pemberian pakan sebesar 2-5% berat tubuh pada 1-2 kali perhari, tergantung suhu perairan dan ukuran tubuh. Pakan buatan sementara ini belum digunakan. Studi-studi tentang nutrisi pakan yang cocok buat tuna belum memadai. Melalui pengembangan pakan buatan diharapkan akan memudahkan untuk memasukkan bahan-bahan hormon yang kelak dapat mempercepat pemijahannya. 
Pemijahan
Adalah hal yang sulit untuk memelihara induk tuna dalam kolam beton sebagaimana induk-induk ikan lainnya karena ukuran tubuhnya yang besar. Oleh karena itu tidak mudah pula untuk dilakukan pemijahan buatan menggunakan manipulasi lingkungan atau pemberian hormon.  Pemijahan yang dilakukan sekarang sebatas mengikuti kondisi pemijahannya di alam. Pemijahan ikan tuna pertama terjadi di jaring apung di Universitas Kinki Jepang. 
Ikan yang memijah berumur 5 tahun yang dipelihara pada jaring apung berdiameter 30 m dan kedalam 7 meter pada suhu 21.8 - 25.6oC.  Jumlah telur yang dipijahkan sebanyak 160 x 104 butir dan larva yang hidup  hanya bertahan selama 47 hari dari waktu menetas.  Pemijahan mulai terjadi pada jam 5 sore dan mulai mengeluarkan telurnya pada jam 7 malam hingga jam 9 malam.
Sebelum memijah, terlihat 1-2 ekor induk jantan merubah warnanya menjadi hitam saat seekor induk betina menunjukkan rangsangan untuk memijah di Amami. Perubahan warna induk jantan dari biru ke hitam erat kaitannya dengan rangsangan hormonal induk betina sesaat sebelum melepaskan telurnya.
Induk tuna tidak selamanya memijah tiap tahun. Misalnya induk yang memijah ditahun 1987 kemudian memijah kembali 7 tahun kemudian (1994) dan 2 tahun berikutnya berturut-turut (1995 dan 1996).  Oleh karena itu diperlukan teknologi yang memungkinkan ikan tuna dapat memijah setiap tahunnya.
Kondisi Penetasan Telur
Telur ikan tuna menetas setelah 32 jam pada suhu 24oC selama setengah jam.  Larva yang hidup hanya bertahan selama 47 jam setelah menetas (Kumai 1995). Tingkat penetasan telur pada induk tuna berumur 9-10 tahu adalah 83% sedangkan tingkat penetasan telur pada induk yang berumur 7 tahun adalah 88.3%.
Pemeliharaan larva
Di pusat Penelitian Tuna Amami, Larva dipelihara pada suhu 24.6-27.8oC dan diberi pakan rotifera, artemia dan larva ikan hidup. Pada tahap ini tingkat kelangsungan hidup larva sangat rendah dimana 5 hari pertama larva yang hidup tinggal 20% dan kemudian pada hari ke-10 tingkat kelangsungan hidupnya tinggal 10%.  Pada hari ke-20 setelah menetas, terjadi kematian yang tinggi akibat kanibalisme.selanjutnya akibat lain dari tingginya tingkat kematian adalah saat pemindahan larva ke jarring apung.









Gambar 2.  Tingkat kelangsungan hidup larva tuna setelah pemijahan (JASFA, 1999)
Jenis-jenis tuna budidaya
Pada dasarnya semua jenis tuna dapat dibudidayakan. Namun teknologi budidaya yang ada untuk saat ini masih terbatas pada jenis pemeliharaan tuna yang ditangkap/diperoleh dari alam. Sementara teknologi pemeliharaan tuna yang berasal dari pemijahan buatan belum berhasil karena rendahnya tingkat kelangsungan hidup.
Ada 7 jenis tuna yang dapat dibudidayakan yakni : Bluefin tuna (Thunnus thynnus); Southern bluefin tuna (Thunnus maccoyii ); blackfin tuna (Thunnus atlanticus), Yellowfin tuna (Thunnus albacares),  Albacore (Thunnus alalunga), Tuna mata besar (Thunnus obesus) dan tuna ekor panjang (Thunnus tonggol ).
Bluefin tuna
Dikenal pula sebagai “giant tuna” karena jenis ini memiliki tubuh terbesar (bisa mencapai 500 kg) pada golongan ikan tuna. Ikan ini memiliki wilayah distribusi yang luas dibelahan bumi utara, sejumlah besar tertangkap diperairan lautan jepang, dari atlantik utara dan dari laut mediteranian.
Untuk wilayah Jepang, ikan tuna hasil budidaya dikapalkan dari Wakayama, Okinawa dan Amami-Oshima; juga beberapa negara seperti Spanyol, Turki dan Meksiko mengekspor tunanya ke jepang. Pemilihan kualitas harga ditentukan oleh kulaitas daging dan warna.  Tuna toro atau belly adalah bagian daging tuna yang paling popular di jepang yang harganya bisa beberapa kali lipat dari bagian daging tuna lainnya.
Southern Bluefin Tuna
Di Jepang dikenal sebagai “Indian tuna”, ikan ini mirip dengan bluefin tuna hanya sedikit lebih kecil. Yang paling besar dapat mencapai panjan 2 meter dan berat kurang dari 200 kg.
Wilayah sebarannya meliputi belahan dunia selatan yang bisa ditangkap di wilayah perairan sekitar Australia, Selandia Baru dan Afrika Selatan. 
Australia mengekspor sekitar 8000 ton ke jepang. Telah dibudidayakan di daerah selatan Australia, tepatnya di Port Lincoln. Kualitas dagingnya mirip dengan bluefin tuna dan seperti halnya bluefin tuna, dagingnya dimanfaatkan sebagai sushi dan sashimi bernilai tinggi.

Southern Bluefin Tuna
Tuna mata besar
Wilayah sebarannya cukup luas yang tersebar mulai dari daerah tropis hingga ke daerah beriklim empat kecuali laut mediteranian.  Disebut ikan tuna mata besar sebab memiliki ukuran  mata yang besar. Mereka bermigrasi musiman pada daerah selatan, samudera pasifik ,lautan hindia dan utara , Lautan Atlantik untuk mencari makanan dan memijah. Ia lebih kecil dari bluefin tuna. 
Jumlah hasil tangkapan adalah yang terbanyak dibanding jenis ikan tuna lainnya.  Karena jumlahnya yang banyak, harga ikan ini lebih murah dibanding bluefin tuna. Ukuran panjang tuna mata besar berkisar antara 20 - 37 inchi dan dapat hidup panjang lebih dari 9 tahun.  Mereka dapat memijah sepanjang tahun dalam gerombolannya dengan menghasilkan telur pada induk betina berkisar antara 3 - 6 juta telur.  Ikan ini biasa makan pada malam hari dari jenis ikan (mackerel),  cumi-cumi, udang yang ada dipermukaan hingga kedalaman 500 kaki








 Tuna mata besar

Yellow-finned Tuna
Tuna sirip kuning tersebar di daerah tropis di seantero dunia. Di Jepang mereka hidup di perairan hangat pada pertemuan arus panas di Hokkaido dan dapat ditangkap pada awal musim panas saat  bluefin tuna sedikit.  Philipina dan Guam mengekspor jenis tuna ini ke jepang. Dinamakan yellowfin karena pada sisi samping dan sirip ikan ini berwarna kuning.  jumlahnyadan pertemuan arus Umumnya yellowfin tuna dimanfaatkan untuk ikan tuna kaleng dan harganya lebih rendah dari tuna albacore.

                                                           Yellow fin tuna
Albacore atau Long-finned Tuna
Memiliki beberapa nama seperti Pasifik albacore, tombo dan “tuna putih”, tersebar luas pada perairan hangat dunia di utara Pasifik dan Kepulauan Hawaii. Mereka mempunyai daging yang agak kemerahan, namun sebagian besar dagingnya berwarna agak putih seperti susu semisal ayam saat dimasak. Umumnya ikan ini dimanfaatkan untuk ikan kaleng tuna putih. Akhir-akhir ini ukuran tuna yang tertangkap lebih kecil, dan ditangkap pada pasang tinggi, pada suhu perairan dingin. Daging tuna ini dijual di restoran-restoran sushi Jepang dan dikenal dengan nama bintoro. 






Tuna albacore
Penutup
Indonesia sebagai negara maritim dengan kekayaan laut yang melimpah termasuk tuna dapat diharapkan suatu saat mampu juga mengikuti jejak Jepang, Australia dan mexico dalam pembudidayaan ikan tuna. Khusus untuk jenis southern bluefin tuna yang daerah pemijahannya di selatan jawa dan perairan nusa tenggara mungkin dapat menjadi contoh lokasi pemeliharaan tuna masa depan. Begitupun daerah-daerah dekat perairan pasifik seperti utara Maluku dan Irian. 
Usaha-usaha pembudidayaan Tuna di Indonesia sebenarnya sudah mulai dirintis oleh Balai Riset Budidaya Besar Laut Gondol Bali namun masih mngalami kendala-kedala teknis utamanya teknologi pembenihan. Terlepas dari semua itu budidaya tuna menjadi suatu keniscayaan mengingat sumberdayanya yang semakin menipis dari tahun ke tahun. Penghasilan devisa negara dari bidang perikanan dapat ditingkatkan bila di masa depan Indonesia mampu untuk membudidayakan jenis ikan yang mahal dan menjadi primadona ekspor ini. Semoga.
Pustaka 
1.  FAO (1996). ;Year Book of Fishery statistic. FAO, Rome.
2. Kumai, H. (1995). Process and present status of bluefin tuna. Saibai, JASFA, 76: 43-47.
3. Kumai, H. (1998). Studies on artificial hatchery, rearing and reproduction of bluefin tuna.
    Nippon suisan Gakkaishi 64(4): 601-605.
4.  Ioka C, K.Kani and H.Nhhala.  Present status and prospects of technical development of tuna sea-farming
 
;