numpang iklan dsini

Selasa, 01 November 2011

tambang minyak dibabelan (bekasi kaya boy)


         DI tengah kegalauan Indonesia menghadapi kenyataan kian menipisnya produksi minyak mentah--yang justru terjadi ketika konsumsi bahan bakar minyak di dalam negeri terus meningkat--tiba-tiba muncul harapan baru untuk menunda segera datangnya status Indonesia sebagai importir neto minyak mentah. Harapan itu muncul dengan diketemukannya cadangan minyak dalam jumlah besar di Kecamatan Babelan, Bekasi, Jawa Barat.
         TEMUAN terbesar tahun 2003 itu membuat Babelan tiba-tiba mengundang perhatian banyak orang. Perkiraan cadangan yang ditemukan di Babelan memang cukup signifikan, mencapai 233 juta barrel minyak (MMBO) pada struktur Pondok Tengah (PDT).
Struktur PDT akan menambah kegiatan eksploitasi minyak di Babelan yang sudah ada sejak tahun 1999 melalui pengelolaan Blok Tambun yang memproduksi minyak 8.300 barrel per hari (bph) dari 13 sumur. Produksi minyak sebenarnya masih bisa ditingkatkan, karena saat ini beberapa sumur sengaja tidak dioperasikan untuk menjaga tekanan gas sebagai pendorong minyak tetap tinggi.
         Temuan baru Pertamina di Babelan merupakan pengembangan dari Blok Tambun ke Struktur PDT (setelah memproduksi minyak maka namanya menjadi Blok Pondok Tengah -Red). Dari struktur PDT telah berhasil diperoleh cadangan 83 MMBO pada struktur Talangakar yang berada di kedalaman 2.092-2.306 meter dan struktur Baturaja dengan cadangan 150 MMBO yang berada di kedalaman 1.856-2.092 meter.
Temuan di struktur PDT, sebenarnya bagian dari keberhasilan Pertamina dalam menemukan cadangan minyak sebanyak 424 MMBO dan gas 3,34 triliun kaki kubik (TCF). Penemuan seluruh cadangan itu diharapkan dapat mendukung upaya peningkatan produksi BBM Pertamina pada tahun 2004 yang ditargetkan mencapai 140.000 bph.
         Direktur Hilir Pertamina Bambang Nugroho mengatakan, Pertamina optimistis akan memulai produksi di struktur PDT tahun 2004. Oleh karena itu, awal tahun 2004 Pertamina akan melakukan pengeboran sumur lainnya. Selain mengembangkan sumur minyak di Babelan, Pertamina juga akan memulai pembangunan jaringan pipa pada tahun 2004, untuk mengangkut minyak mentah sepanjang 30 kilometer ke Cilamaya, dan selanjutnya ke Kilang Balongan.
          Minyak akan diangkut memakai pipa dari lokasi temuan, 20 kilometer sebelah utara Bekasi dan 40 kilometer di sebelah timur laut Jakarta, ke Kilang Balongan untuk diolah menjadi BBM.
Dalam upaya meningkatkan cadangan dan produksi 2004, Pertamina menganggarkan sekitar Rp 5,9 triliun untuk investasi di bidang hulu, yaitu untuk eksplorasi di beberapa wilayah. Jumlah itu jauh lebih besar daripada dana investasi yang dikeluarkan tahun 2003 yang hanya Rp 4,6 triliun.
Temuan cadangan minyak dan gas di tahun 2003, dan khusus pada struktur PDT, adalah bukti bahwa Pertamina tidak hanya menguasai wilayah pertambangan, tetapi berhasil mengelola dengan baik wilayah pertambangan yang dikuasai sampai menemukan minyak dalam jumlah yang signifikan.
          TEMUAN minyak di Babelan dapat dikatakan berkah bagi Pertamina, sebab awalnya tak ada yang menyangka akan menemukan minyak dalam jumlah besar di Babelan. Bahkan, eksplorasi yang dilakukan pada tahun 1986 dengan bantuan pinjaman dari JOLCO Jepang, menemui jalan buntu untuk melangkah ke tahap eksploitasi.
Saat ditemukan minyak pada Sumur Tambun (TBN)-1 tahun 1992, ternyata hanya terdeteksi cadangan minyak dalam jumlah sangat sedikit di wilayah itu. Oleh karena itu, para geologis menyimpulkan struktur Tambun tak cukup ekonomis untuk dikembangkan menjadi sumur eksploitasi karena produksinya akan sangat rendah.
          Akhirnya, pada Desember 1998 Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) Tambun dikembalikan dari JOLCO kepada Pertamina yang waktu itu masih menguasai seluruh wilayah pertambangan migas di Indonesia (sebelum diterbitkan UU Migas 22/2001-Red). JOLCO gagal menemukan cadangan minyak dalam jumlah besar, sehingga terpaksa mengembalikan blok tersebut.
Setelah menguasai WKP Tambun, Pertamina kemudian membuka kembali sumur Tambun-1 tahun 1999 untuk melakukan produksi parsial. Kemudian dilanjutkan evaluasi ulang mengenai eksplorasi menyeluruh, mengukur zona penyebaran minyak dan pengeboran sumur delineasi (TBN-2).
Kemudian tahun berikutnya, Pertamina melakukan pengeboran sumur pengembangan (TBN-3 dan TBN-4), dan survei seismik tiga dimensi (3-D) Tambun oleh DOH Karangampel. Selanjutnya pada tahun 2002 Survei seismik 3-D Tambun kembali dilakukan oleh DOH Jawa Bagian Barat (JBB) dan pengeboran sumur pengembangan struktur Tambun.
         Memasuki 2003, Pertamina melakukan pengeboran sumur eksplorasi Pondok Tengah (PDT)-1 yang akhirnya menemukan tambahan cadangan terbesar selama tahun 2003.
NAMUN, kegiatan eksploitasi minyak di Bekasi ternyata belum mampu menghilangkan warna kemiskinan di sejumlah wilayah utara Bekasi yang hingga kini masih memprihatinkan. Wilayah miskin itu antara lain berada di Kecamatan Babelan. Mata pencarian warga umumnya kerja serabutan di samping buruh tani dan nelayan.
Penduduk di wilayah ini juga masih banyak yang tinggal di rumah gedek yang berlubang- lubang. Kondisi rumah itu tetap tak layak huni, meski lubangnya sudah ditutup dengan tanah atau ditambal dengan karung.
Dari sisi kesehatan, juga masih banyak warga tidak mempunyai fasilitas kakus atau jamban. Begitu pula dengan sumur- sumur yang ada di wilayah utara Bekasi, hanya sehat untuk mandi dan mencuci.
Kesengsaraan warga ini kian bertambah, karena pada saat musim kering melanda, air sumur banyak yang kering kerontang. Sebaliknya, pada saat musim hujan, warga dilanda banjir yang cukup serius.
Dari pemantauan Kompas di desa di sekitar kegiatan pengeboran minyak, masyarakat setempat relatif kurang merasakan dampak dari penemuan minyak di daerahnya. Keuntungan nyata yang dirasakan warga saat ini hanya bisa menikmati jalan yang lebih baik dan sebagian bisa berjualan di dekat lokasi pengeboran.
Warga pernah menuntut agar pemerintah daerah menetapkan dana kompensasi bagi desa penghasil minyak. Dana tersebut bisa digunakan untuk membangun infrastruktur yang dapat mengurangi beban hidup dari warga setempat, seperti sarana air bersih dan sekolah.
         Pembangunan infrastruktur itu memang diperlukan, karena kehidupan yang lebih baik seharusnya ada di Babelan, sebagai daerah penghasil migas. Sebab jika tidak, minyak mentah di Babelan terus disedot, tetapi warga Babelan justru tak mampu membeli minyak ta- nah. (Buyung Wijaya Kusuma)
Sumber: Kompas
 
;