numpang iklan dsini

Sabtu, 19 Februari 2011

bahaya loh merkuri d lingkungan laut


Merkuri di Lingkungan Laut

Di lingkungan perairan merkuri  dapat  berada  dalam  bentuk  metal,  senyawa- senyawa   anorganik   dan  senyawa   organik.  Tingginya kadar merkuri umumnya  diakibatkan  oleh  buangan industri dan  akibat sampingan  dari  penggunaan  senyawa-senyawa merkuri  di  bidang  pertanian.  Ada dua hal yang menyebabkan ditemukannnya merkuri di peraian yaitu  pertama  oleh  kegiatan  perindustrian  seperti industri kertas,  peralatan  listrik, pabrik cat, Chlorine  dan lain sebagainya;  kedua  oleh  alam  itu  sendiri melalui proses pelapukan batuan dan meletusnya gunung berapi. Kegiatan alam kontribusinya tidak signifikan dalam mempengaruhi  kondisi biologi maupun ekologi.
Menurut  Mandlli di dalam Portmann  (1976) , di  antara  beberapa  sumber  polutan  yang  menyebabkan penimbunan  merkuri  di lingkungan  laut  yang terpenting adalah industripenambanganlogam, industri biji besi, termasuk metal plating, industri yang memproduksi bahan kimia,baik organikmaupun anorganik, dan offshore dumping, sampah domestik, lumpur dan lain-lain. Merkuri  yang  terdapat dalam  limbah  atau waste  di perairan  umum  diubah  oleh aktifitas mikroorganis memenjadi komponen methyl merkuri (CH3-Hg) yang memiliki sifat racun dan daya ikat yang kuatdisampingkelarutannya yang tinggi terutama dalam tubuh  hewan air. Hal tersebut mengakibatkan merkuri terakumulasi melalui  proses bioakumulasi dan biomagnifikasi dalam jaringan tubuh hewan-hewan air,sehingga kadar merkuri dapat mencapai level yang berbahaya baik bagi kehidupanhewan air maupun kesehatan manusia, yang makan hasil tangkap hewan-hewan air tersebut. Sanusi (1980) mengemukakan  bahwa terjadinya  proses  akumulasi  merkuri  di  dalam  tubuh  hewan  air, karena  kecepatan  pengambilan  merkuri  (up  take  rate)  oleh  organisme  air lebih  cepat dibandingkan dengan proses ekresi. Selain  itu pencemaran  perairan  oleh  merkuri  mempunyai  pengaruh  terhadap  ekosistem setempat yang  disebabkan  oleh  sifatnya  yang  stabil  dalam  sendimen. Fluktuasi  merkuri  di  lingkungan  laut,  terutama  di  daerah estuari dan daerah pantai ditentukan oleh proses precification, sedimentation, floculation dan reaksi adsorpsi desorpsi.
Proses  methylasi  terpengaruh  dengan  adanya  dominasi  unsur  sulfur (S),  yaitu pada  keadaan  anaerob dan  redokpotensial  yang  rendah. Faktor-faktor  yang  sangat berpengaruh  di  dalam  pembentukan methyl  merkuri  antara  lain : suhu,  kadar  ion  Cl, kandungan organic, derajad keasaman (pH), dan kadar merkuri
Gavis dan Ferguson (1972) di dalam Sanusi (1980) mengemukakan beberapa kemungkinan bentukmerkuri yang masuk ke dalam lingkungan perairan alam, yaitu :
  • Sebagai   merkuri inorganik,  melalui  hujan,  run-off  ataupun  aliran  sungai.  Unsur  ini bersifat stabil terutama pada keadaan pH rendah.
  • Dalam  bentuk  merkuri organik,  yaitu  phenyl  merkuri  (C6  H5-Hg),  methyl  merkuri (CH3-Hg) dan alkoxyalkyl merkuri atau methyoxy-ethyl merkuri (CH3O-CH2-CH2- Hg+).  Organik  merkuri  yang  terdapat  di  perairan  alam  dapat  berasal  dari  kegiatan pertanian (pestisida)
  • Terikat dalam bentuk suspended solid sebagai Hg2+2 (ion merkuro), mempunyai sifat reduksi yang baik
  • Sebagai  metalik  merkuri  (Hgo),  melalui  kegiatan  perindustrian  dan  manufaktur.
Unsur  ini  memiliki  sifat  reduksi yang tinggi,  berbentuk  cair  pada temperatur  ruang dan mudah menguap. Transfer dan transformasi merkuri dapat dilakukan   oleh phytoplankton dan bakteri,  disebabkan kedua organisme  tersebut  relatif mendominasi  suatu  perairan, dan juga  oleh sea grasses. Bakteri  dapat  merubah  merkuri  menjadi  methyl  merkuri, dan membebaskan  merkuri  dari sendimen. Dalam  kegiatannya  bakteri membutuhkan bahan organik  atau  komponen-komponen karbon, nitrogen dan posphat sebagai makanannya (Goldwater, 1971); (Wood, 1972) di dalam Sanusi (1980).
Windom (1974) lihat Mandelli di dalam Portmann (1976) mengemukakan   bahwa   sea   grasess   system  mendominasi   penyerapan   merkuri   dari sendimen  dan  dari  air  laut. Pada  proses  tersebut  merkuri yang  bebas  dari  sendimen dengan jalan lain dapat kembali ke dalam jaringmakanan melalui akarnya. Gavis dan Ferguson,   1972) ; (Shin  dan  Krenkel ,  1976) di dalam Sanusi (1980), mengatakan bahwa methyl merkuri  yang terbentuk  dalam  sediman bersifat tidak stabil, sehingga mudah dilepaskan ke  dalam perairan  yang kemudian diakumulasi  oleh hewan maupun timbuh-tumbuhan air.
Karena sifatnya yang sangat beracun, maka U.S. Food and Administration (FDA) menentukanpembakuan atau Nilai Ambang Batas (NAB) kadar merkuri yang ada dalam jaringan tubuh badan air, yaitu sebesar 0,005 ppm (Walter et al 1973) di dalam Sanusi (1980). Nilai Ambang  Batas  yaitu  suatu keadaan  dimana  suatu  larutan kimia,  dalam  hal  ini  merkuri  dianggap  belum  membahayakan bagi kesehatan manusia. Bila dalam air atau makanan, kadar merkuri sudahmelampaui NAB,maka air maupun makanan  yang diperoleh  dari  tempat tertentu harusdinyatakan berbahaya. Wardoyo (1981) menyatakan NAB air yang mengandung merkuri total 0,002ppm baik digunakan untuk perikanan.
Pencemaran  perairan  oleh  merkuri  akibat  kegiatan  alam  mempunyai  kisaran antara 0,00001sampai 0,0028 ppm, kecuali pada beberapa tempat seperti sungai-sungai di Italia   dimana terdapat sumber endapan logam merkuri alamiah, kadarnya dapat mencapai 136 pph (OECD, 1974) di dalam Sanusi (1980).
Daftar Pustaka
Sanusi, Harpasis S, 1980. Sifat-Sifat Logam Berat Merkuri Di Lingkungan Perairan Tropis. Pusat  Studi  Pengelolaan   Sumber   Daya   Dan Lingkungan, Fakultas Perikanan Ipb, Bogor. 19 P.
Portmann, J, E, 1976. Manual And Methods In Aquatic Environment Research. Part-2, Fao Of The United Nations, Rome.76 P.
Wardoyo, Supomo T. H, 1981. Analisa Dampak Suatu Proyek Terhadap Kualitas Air. Training ANDAL PPLH-UNDP-PUSDI.PSL, IPB. Bogor. 30 p.
Oleh : Yogi Suardi

arus dgn aliran berputar


Ekman Spiral

Ekman Spiral

Ekman spiral merujuk ke struktur arus atau angin di dekat garis batas horisontal  yang arah alirannya berputar dan bergerak menjauh. Istilah Ekman Spiral ini berasal dari seorang ilmuwan kelautanSwedia yang bernama Vagn Walfrid Ekman. Defleksi dari arus permukaan pertama kali ditemukan oleh  ilmuwan oseanografi  Norwegia yang bernama  Fridtjof Nansen ketika berlangsungnya ekspedisi Fram (1893-1896).Efek dari Ekman Spiral ini adalah akibat efek Coriolis yang menyebabkan benda dipaksa bergerak ke kanan pada belahan bumi utara dan ke arah kiri pada belahan bumi selatan. Dengan demikian ketika angin berhembus pada permukaan laut di belahan bumi utara, arus permukaan bergerak kearah kanan dari arah angiin.
Diagram yang di sebelah kanan menunjukkan gaya yang terkait dengan Ekman spiral. Gaya yang bekerja di atas permukaan yang diberi warna merah (sebagai akibat adanya hembusan angin di permukaan air),  gaya Coriolis (di sudut kanan dari gaya yang bekerja di atas permukaan air)  berwarna kuning, dan resultan perpindahan (arus) berwarna merah jambu, yang kemudian menjadi memberikan pengaruh pada lapisan di bawahnya, dan secara gradual membentuk spiral secara bertahap searah jarum jam dengan gerakan ke arah bawah.



Referensi :
http://www.answers.com/topic/ekman-spiral

Penulis
Yogi Suardi. Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan IPB Angkatan 42

apakah kamu tahu mangrove


Mangrove

Mangrove berasal dari kata mangue/mangal (Portugish) dan grove (English). Secara umum hutan mangrove dapat didefinisikan sebagai suatu tipe ekosistem hutan yang tumbuh di suatu daerahpasang surut (pantai, laguna, muara sungai) yang tergenang pasang dan bebas pada saat air lautsurut dan komunitas tumbuhannya mempunyai toleransi terhadap garam (salinity) air laut.
Tumbuhan yang hidup di ekosistem mangrove adalah tumbuhan yang bersifat halophyte, atau mempunyai toleransi yang tinggi terhadap tingkat keasinan (salinity) air laut dan pada umumnya bersifat alkalin.
Hutan mangrove di Indonesia sering juga disebut hutan bakau. Tetapi istilah ini sebenarnya kurang tepat karena bakau (rhizophora) adalah salah satu family tumbuhan yang sering ditemukan dalam ekosistem hutan mangrove.
Flora ekosistem hutan mangrove sangat bervariasi, tetapi pada umumnya adalah flora yang bersifat halofit. Jenis-jenis tumbuhan yang hidup di hutan mangrove antara lain adalah :
  • Avicenniaceae (api-api, black mangrove, dll)
  • Combretaceae (teruntum, white mangrove, zaragoza mangrove, dll)
  • Arecaceae (nypa, palem rawa, dll)
  • Rhizophoraceae (bakau, red mangrove, dll)
  • Lythraceae (sonneratia, dll)
Sementara fauna ekosistem hutan mangrove juga sangat beragam, mulai dari hewan-hewan vertebrata seperti berbagai jenis ikan, burung, dan hewan amphibia, dan ular sampai berbagai jenis hewan invertebrata seperti insects, crustacea (udang-udangan), moluska (siput, keong, dll), dan hewan invertebrata lainnya seperti cacing, anemon dan koral.
Ekosistem hutan mangrove adalah salah satu ekosistem hutan yang sangat kaya akan flora dan faunanya.
Kegunaan hutan mangrove sangat banyak. Beberapa diantaranya dapat disebutkan dibawah ini :
  • Sebagai peredam gelombang dan angin, pelindung dari abrasi dan pengikisan pantai oleh airlaut, penahan intrusi air laut ke darat, penahan lumpur dan perangkap sedimen.
  • Sebagai penghasil sejumlah besar detritus bagi plankton yang merupakan sumber makanan utama biota laut.
  • Sebagai daerah asuhan (nursery grounds), tempat mencari makan (feeding grounds), dan daerah pemijahan (spawning grounds) berbagai jenis ikan, udang dan biota laut lainnya.
  • Sebagai habitat bagi beberapa satwa liar, seperti burung, reptilia (biawak, ular), dan mamalia (monyet).
  • Sebagai penghasil kayu konstruksi, kayu bakar, bahan baku arang, dan bahan baku kertas.
  • Sebagai tempat ekowisata.
Referensi :
http://fertobhades.wordpress.com/2007/10/15/selamatkan-mangrove/
http://maps.grida.no/go/graphic/distribution_of_coral_mangrove_and_seagrass_diversity
http://www.mangrove.at/

Oleh : Yogi Suardi
Kamis, 10 Februari 2011

artikel Biologi Hewan Laut

Perbandingan Kelimpahan Ikan Karang pada Terumbu Buatan Biorock dengan Transplantasi Karang di Tanjung Lesung, Banten

 


I. PENDAHULUAN

Latar Belakang
Metode terbaru yang digunakan untuk transplantasi terumbu adalah mineral accretion atau biorock. Metode ini pertama kali ditemukan oleh Prof. Wolf Hilbertz pada tahun 1974 yang kemudian sejak 1988 bekerja sama dengan Dr. Tom Goreau mencoba untuk dikembangkan di seluruh dunia antara lain di Indonesia, Jamaica, Maldives, Papua Nugini, dan Thailand (GCRA, 2007). Tujuan lainnya dari pembuatan terumbukarang selain untuk mempercepat regenerasi terumbu karang juga untuk membuat suatu tempat baru bagi komunitas berbagai jenis ikan karang. buatan dan transplantasi
Studi yang sudah ada menjelaskan bahwa komunitas ikan karang masih dalam kondisi kurang baik di wilayah terumbu buatan (Kartawijaya. 2003). Penelitian Valentino (2004) menjelaskan bahwa kondisi komunitas ikan karang di wilayah transplantasi karang masih dalam kondisi kurang baik dibandingkan lokasi sekitarnya karena pelaksanaan transplantasi masih dalam fase awal. Dari penelitian ini, penulis mencoba membandingkan komunitas ikan karang di kedua wilayah tersebut dan diharapkan kondisi komunitas ikan karang di wilayah terumbu buatan Biorock lebih baik dibandingkan komunitas ikan karang di wilayah transplantasi karang. Penulis juga ingin melihat struktur trophic level berbagai jenis ikan karang yang terdapat di stasiun terumbuKarang. buatan Biorock dan Transplantasi

Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah
  1. Membandingkan kelimpahan ikan karang yang berada di kawasan terumbu buatan Biorock dan transplantasi karang
  2. Melihat struktur trophic level berbagai jenis ikan karang yang berada di kawasan terumbu Biorock dan transplantasi karang di daerah Tanjung Lesung, Banten.

II. METODE PENELITIAN
Penelitian ini berlokasi di perairan pantai Tanjung Lesung Resort, Banten dengan koordinat dua stasiun pengamatan yaitu 06o28’41,9” LS 105o30’30,2” BT (stasiun biorock) dan 06o28’42,7” LS -105o30’30,7” BT (stasiun transplantasi karang). Pengambilan data dilakukan sebanyak 1x setiap bulannya dan dilakukan selama 4 bulan dari bulan Agustus-November 2007. Metode pengambilan data di lapangan dengan menggunakan Stationary Visual Cencus untuk data ikan karang dan Foto Transek untuk data terumbukarangKarang dimana kedua stasiun sama-sama menggunakan 5 buah transek kuadrat 2x2 m per stasiun. (Hill and Wilkinson, 2004). Stasiun pengamatan ada 2 stasiun, yaitu stasiun Biorock dan Transplantasi
Parameter fisika-kimia perairan yang diambil meliputi suhu, salinitas, kecerahan dan pH perairan. Peralatan yang digunakan selama penelitian di lapangan antara lain GPS (Global Positioning System), Termometer, Refraktometer, Secchi Disk, Kertas Lakmus, Kamera Underwater, peralatan SCUBA diving, alat tulis dan sabak untuk penulisan di bawah air. Peralatan serta bahan penelitian yang digunakan selama  pengolahan data antara lain seperangkat komputer, software Image J, program Fishbase (2008) dan buku Identifikasi Ikan (Allen, G.R dan Steen, R.C. 1990 ; Allen, et.all,. 2005). Analisis data yang digunakan adalah kelimpahan, indeks komunitas (keanekaragaman, keseragaman dan dominansi) untuk data ikan karang (Odum, 1993) dan uji t untuk membandingkan keadaan kedua stasiun serta persentase penutupan terumbu karang untuk data terumbu karang.







Ikan Karang, Biorock



III. HASIL DAN PEMBAHASAN
 
III.1  Parameter fisika-kimia perairan
Parameter fisika-kimia perairan yang diukur selama penelitian berlangsung di kedua stasiun pengamatan termasuk ke dalam kondisi optimal bagi pertumbuhan terumbu karang yang ditunjukkan oleh suhu berkisar antara 28-30oC, salinitas pada masing-masing stasiun relatif stabil, yaitu berkisar antara 32-33o/oo , faktor kecerahan yang sangat mendukung, kedalaman yang masih memungkinkan untuk terumbu karang dapat tumbuh dengan baik yaitu berkisar antara 2,5-3 m dan nilai pH yang relatif stabil,yaitu 8
III.2  Struktur komunitas ikan karang

III.2.1 Jumlah spesies dan indeks komunitas
Secara keseluruhan data ikan yang diperoleh dari kedua stasiun tersebut terdiri dari  20 famili, 44  genus dan 119 spesies.
Ikan Karang, Biorock
Ikan Karang, Biorock



Berdasarkan Gambar 2 diketahui bahwa jumlah spesies ikan karang yang berada di stasiun Biorock lebih banyak dibandingkan dengan jumlah spesies ikan karang yang muncul di stasiun Transplantasi Karang. Hal ini disebabkan oleh faktor kondisi dan keadaan terumbu karang yang ditransplantasikan di stasiun Transplantasi Karang dan di sekitar kerangkeng tidak terlalu baik dibandingkan dengan terumbu karang yang berada di stasiun Biorock.
Berdasarkan Gambar 3 dapat diketahui bahwa indeks keanekaragaman (H’) rata-rata di stasiun Biorock (3.00) lebih tinggi dibandingkan indeks keanekaragaman rata-rata di stasiun Transplantasi Karang (2,58) yang menandakan keanekaragaman ikan karang di stasiun Biorock lebih baik dibandingkan di stasiun Transplantasi Karang
Berdasarkan Gambar 4 dapat dilihat bahwa indeks keseragaman (E) rata-rata di stasiun Biorock (0,85) memiliki nilai yang sama dengan indeks keseragaman rata-rata di stasiun Transplantasi Karang (0,85). Hal ini menandakan bahwa di antara kedua stasiun keseragaman jenis ikan karang yang muncul selama penelitian berlangsung tidak ada perbedaan.
Berdasarkan Gambar 5 nilai indeks dominansi (C) diketahui bahwa indeks dominansi rata-rata di stasiun Biorock (0,07) lebih rendah dibandingkan indeks dominansi rata-rata di stasiun Transplantasi Karang (0,10). Hal ini menandakan bahwa dominansi jenis ikan karang yang muncul selama penelitian dilakukan di stasiun Biorock lebih sedikit dibandingkan dominansi jenis ikan karang yang muncul di stasiun Transplantasi Karang.


III.2.2  Struktur trophic level
Ikan Karang, Biorock


Berdasarkan Gambar 6 di atas dapat diketahui bahwa di kedua stasiun spesies yang muncul kebanyakan memiliki struktur trophic level Karnivora (K) dan paling sedikit adalah jenis ikan Planktivora. Hal ini dapat disebabkan oleh ketersediaan makanan yang melimpah di kedua stasiun sehingga jenis ikan karnivora lebih sering muncul di kedua stasiun untuk mencari makanan di sekitarnya.

III.2.3 Uji t
Ikan Karang, Biorock
Dengan  menggunakan Tabel t maka dapat diperoleh nilai t tabel sebesar 3,29 untuk semua waktu pengamatan kecuali untuk bulan November pada pukul 10 menggunakan t tabel sebesar 3,41 yang diperoleh dari hasil interpolasi t tabel lainnya (Magurran, 1988). Menggunakan hipotesis yang ada dapat diketahui bahwa untuk bulan Agustus dan September seluruh waktu pengamatan memiliki nilai t hitung < t tabel atau tidak memiliki perbedaan nyata. Sedangkan untuk bulan Oktober dan November seluruh waktu pengamatan memiliki nilai t hitung > t tabel atau memiliki perbedaan nyata.

III.3 Struktur komunitas terumbu karang
Terumbu karang di sekitar wilayah pengambilan data termasuk relatif buruk yang ditandai dengan jumlah Dead coral algae (DCA) yang sangat banyak hingga mencapai 50% di stasiun Biorock dan mencapai 61% di stasiun Transplantasi Karang (Grafik 7). Hal ini disebabkan di sekitar wilayah pengambilan data merupakan kawasan wisata sehingga banyak terjadi kerusakan terumbu karang yang disebabkan oleh perilaku manusia. Rata-rata persen penutupan terumbu karang di stasiun Biorock yang diamati sebesar 25,78%. Rata-rata persen penutupan terumbu karang di stasiun Transplantasi Karang yang diamati sebesar 16,07%. Bentuk pertumbuhan terumbu karang yang banyak ditemukan di kedua stasiun pengambilan data adalah Acropora Branching (ACB).
Ikan Karang, Biorock


KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Kondisi ikan karang di stasiun Biorock lebih baik jika dibandingkan dengan kondisi ikan karang di stasiun Transplantasi Karang. Hal ini dapat disebabkan oleh stasiun biorock yang memiliki penutupan terumbukarangkarang. Dengan menggunakan uji t bulan Oktober dan November memiliki perbedaan yang nyata tentang keadaan komunitas ikan karang di kedua stasiun. Hal ini disebabkan bulan Oktober dan November merupakan musim peralihan dimana cuaca relatif lebih baik dibandingkan bulan Agsutus dan September yang masih termasuk musim timur. Ikan karang yang cocok untuk menjadi tempat berdiam diri (shelter) beberapa jenis ikan yang banyak muncul di kedua stasiun memiliki struktur trophic level Karnivora (K). Hal ini dapat disebabkan oleh ketersediaan makanan yang melimpah di kedua stasiun sehingga jenis ikan karnivora lebih sering muncul di kedua stasiun untuk mencari makanan di sekitarnya.
Tipe terumbu karang di perairan pantai Tanjung Lesung termasuk ke dalam tipe terumbu karang tepi (fringing reef). Kondisi terumbu karang di stasiun Biorock lebih baik dibandingkan dengan kondisi terumbu karang di stasiun Transplantasi Karang dengan nilai persentase penutupan terumbu karangnya sebesar 25,78%. Sedangkan untuk terumbu karang di stasiun Transplantasi Karang nilai persentase penutupan terumbu karangnya sebesar 16,07%.

Saran
Saran-saran yang dapat diberikan oleh penulis untuk penelitian selanjutnya adalah :
  1. Penelitian ini mengunakan durasi waktu pengamatan selama 10 menit sekali waktu pengamatan sehingga untuk penelitian selanjutnya perlu diuji coba dengan durasi waktu yang lebih lama.
  2. Dapat pula dilakukan penelitian lanjutan mengapa ikan karnivora lebih banyak diketemukan di stasiun Biorock dan Transplantasi Karang dibandingkan struktur trophic level ikan karang lainnya.
  3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kelimpahan ikan karang di stasiun Biorock dan stasiun Transplantasi Karang.

DAFTAR PUSTAKA
Fishbase. 2008.
http://www.fishbase.org/summary/spesiessummary.ID.genusname=??speciesname=??.php [17 Februari 2008]
GCRA. 2007. Biorock/Mineral Accretion Technology for Reef Restoration, Mariculture and Shore Protection. http://www.globalcoral.org. [20 Mei 2007]
Hill, Jos and Clive Wilkinson. 2004. Methods For Ecological Monitoring Of Coral Reefs : A Resource For Managers. Australian Institute of Marine Science. p : vi + 117
Magurran, Anne E. 1988. Ecological Diversity and Its Measurement. New Jersey : Princeton University Press. p : 181
Odum, E. P.  1993.  Dasar-dasar Ekologi.  Edisi ketiga.  Terjemahan dari Fundamental of Ecology.  Alih Bahasa oleh T. Samingan.  Gajah Mada University Press.  Yogyakarta.  174-200 h.

 
;