APLIKASI BIOENKAPSULASI ASAM LEMAK OMEGA-3 PADA LARVA IKAN LAUT
oleh: Muh. Yusri Karim
Secara geografis Indonesia yang terletak pada 95 – 141o bujur timur dan 6o lintang utara sampai 11o lintang selatan dengan diapit oleh dua buah benua yaitu Asia dan Australia merupakan perairan tropika yang membujur di sepanjang Khatulistiwa. Posisi silang tersebut sangat mempengaruhi iklim dan sifat-sifat oseanologi lautan Indonesia, sehingga mempunyai arti yang sangat penting dan pemahaman ekosistem esensial untuk pengelolaan sumberdaya alam laut yang tepat. Selain itu, hidup dan berkembang biak beraneka ragam jenis ikan karena didukung oleh faktor lingkungan yang cocok, baik sifat fisik, kimia dan biologis lainnya. Dengan demikian, perairan laut Indonesia cukup kaya dengan berbagai jenis ikan yang dapat dijadikan spesies unggulan untuk budidaya laut (marikultur) karena memiliki nilai ekonomis tinggi dan merupakan komoditas ekspor non migas seperti ikan kerapu, kakap, beronang dan sebagainya.
Saat ini usaha pembenihan ikan laut sedang digalakkan. Beberapa panti-panti pembenihan sudah mampu memproduksi, misalnya benih ikan kakap putih (Lates calcarifer) dan bandeng (Chanos chanos) dapat diproduksi secara massal dengan tingkat kelangsungan hidup yang cukup tinggi. Akan tetapi di sisi lain keberhasilan pembenihan spesies marikultur lainnya seperti ikan kerapu, kakap merah, napoleon dan lainnya masih sangat rendah. Jika dibandingkan dengan negara-negara yang dianggap sebagai pelopor usaha marikultur seperti Jepang dan beberapa negara di Eropah, maka Indonesia memang jauh ketinggalan dalam usaha ini. Belajar dari pengalaman negara-negara yang cukup maju dalam usaha marikultur, dapat diambil kesimpulan bahwa keberhasilan usaha pembenihan yang lebih kompetitif khususnya spesies ikan laut hanya dimungkinkan melalui peningkatan nutrisi larva, pengembangan aspek zooteknik, diagnosis dan pengendalian penyakit.
Keberhasilan suatu usaha pembenihan sangat ditentukan oleh kualitas dan kuantitas produksi benih. Kondisi benih ditentukan oleh kondisi awal pada stadia larva serta kemampuan larva untuk tumbuh menjelang stadia pascalarva. Kondisi awal dan kemampuan tumbuh tersebut berkaitan dengan ketersediaan pakan dan lingkungan yang sesuai. Pada fase awal, larva akan memanfaatkan nutrien dan energi pakan yang tersedia pada tubuhnya yaitu kuning telur dan butiran minyak.Setelah larva dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan perkembangan alat pencernaan sudah memadai, barulah larva akan mulai mengkonsumsi pakan dari luar tubuhnya. Meskipun kuning telur dan butiran minyak masih tersedia, namun pakan dari luar sudah dapat diberikan, hal tersebut dimaksudkan agar tersedia energi siap pakai. Dengan tersedianya energi siap pakai, maka kebutuhan energi untuk kebutuhan dasar dapat terpenuhi sehingga larva dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya pada fase tersebut. Pemilihan jenis dan ukuranpakan yang tepat akan mempengaruhi efisiensi pemanfaatan energi.Pasokan pakan dari luar (exogeneous nutrient) harus memenuhi gizinyaberupa: protein, karbohidrat, lemak, mineral dan vitamin.
Ketergantungan pemebenihan spesies marikultur terhadap penggunaan pakan hidup (alami) yang berkualitas merupakan salah satu kendala keberhasilan usaha tersebut. Sampai saat ini pakan alami yang umum digunakan di panti-panti pembenihan (hatchery) untuk larva adalahrotifer (Brachionus plicatilis) dan nauplius Artemia. Brachionus dan nauplius Artemia merupakan pakan alami yang cocok diberikan pada pemeliharaan larva, karena selain ukurannya yang kecil juga memiliki nilai nutrisi yang cukup baik yakni mengandung asam-asam amino esensial dalam jumlah yang cukup. Didasarkan atas berat kering (hasil penelitian), diketahui bahwa Brachionus mempunyai kandungan protein sekitar 36,06 - 42,50%, karbohidrat 16,65% dan lemak 8,32 - 10,48%, sedangkan Artemia mengandung protein kasar sekitar 58%. Namun dari beberapa hasil penelitian lainnya menunjukkan bahwa Brachionus danArtemia memiliki kandungan asam lemak w-3 HUFA (w-3 highly unsaturated fatty acids) yang sangat rendah, terutama asam-asam lemak 20:5w-3 (eicosapentaenoic acid, EPA) dan 22:6w-3 (docosahexaenoic acid, DHA). Padahal EPA dan DHA merupakan asam lemak tidak jenuh berantai panjang yang mempunyai peranan yang sangat penting dalam menunjang pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva. Asam lemak tersebut bersifat esensial sehingga harus diperoleh dari luar tubuh (pakan).
Melalui aplikasi bioteknik inovatif (bioenkapsulasi) dengan cara memperkaya pakan hidup (Brachionus dan Artemia) dengan nutrien esensial, seperti asam lemak w-3 HUFA dan vitamin maka nutrisi pakan larva dapat ditingkatkan dan sekaligus mendukung keberhasilan usaha tersebut. Bahkan dewasa ini penggunaan probiotik dalam mendukung keberhasilan produksi benih telah dikembangkan dalam usaha akuakultur. Suplementasi nutrien esensial (asam lemak w-3 HUFA) ke dalam Brachionus dan Artemia dimungkinkan melalui teknik bioenkapsulasi (pengkayaan). Keberhasilan bioteknik tersebut telah dibuktikan dengan beberapa hasil penelitian seperti yang dilakukan oleh Clawson dan Lovell (1992) pada ikan sea bass, Alava dan Kanazawa (1996) pada ikan bandeng; Furuita dkk. (1996) pada ikan red sea bream dan peneliti-peneliti lainnya yang telah berhasil meningkatkan kelangsungan hidup larva ikan. Demikian pula halnya penelitian dengan suplementasi asam lemak w-3 HUFA melalui teknik pengkayaan pada Brachionus dan nauplius Artemia terhadap larva udang dan kepiting bakau.
Suplementasi asam lemak w-3 HUFA dalam pakan larva juga meningkatkan laju pertumbuhan, dan ketahanan larva terhadap stres.Fungsi utama asam lemak esensial berhubungan dengan peranannya sebagai komponen fosfolipid dan sebagai precursor prostaglandin. Asam lemak esensial, terutama kelompok HUFA (highly unsaturated fatty acids) dan PUFA (poly unsaturated fatty acids) mempunyai peranan yang sangat penting untuk kegiatan metabolisme tubuh organisme, komponen membran (fosfolipid dan kolesterol), hormon (metabolisme steroids dan vitamin D), aktivasi enzim-enzim tertentu, dan precursor dari prostanoids dan leucocrit. Asam lemak esensial terdapat dalam konsentrasi tinggi pada fosfolipid dan mempunyai peranan penting dalam mempertahankan fleksibilitas dan permeabilitas membran biologik, transpor lipid dan aktivasi enzim tertentu.
Asam lemak yang esensial bagi larva yaitu 18:2w-6 (linoleat), 18:3w-3 (linolenat), 20:5w-3 (eikosapentaenoat, EPA) dan 20:6w-3 (dokosahexaenoat, DHA). Ikan mempunyai kemampuan terbatas dalam melakukan biosintesis asam lemak w-3 HUFA sehingga asam lemak tersebut harus terdapat dalam pakannya. Asam lemak esensial tersebut harus terdapat dalam jumlah yang tepat untuk keberhasilan kelangsungan hidup dan perkembangan larva. Pada kondisi lingkungan yang optimum dan kandungan gizi pakan lainnya terpenuhi maka penambahan asam lemak w-3 HUFA dapat meningkatkan laju sintesis protein sehingga kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva optimal.